Sejarah
Perang Diponegoro
BAB
I
PENDAHULUAN
I.Latar Belakang
Perang
Diponegoro atau lazim disebut Perang jawa, adalah sebuah perang yang termasuk perang terbesar yag pernah
dilakoni oleh bangsa di Nusantara yang melakukan perlawanan kepada pihak kompeni
Belanda.adanya campur tangan yang sangat berlebihan dari pihak Belanda terhadap
kehidupan keraton telah menjadi embrio kebencian yang nantinya akan melahirkan
sebuah permusuhan yang berakibat pada perang besar yang dipimpin Pangeran
Diponegoro.Belanda yang telah menjalin hubungan dengan keraton sejak zaman
kerajaan Mataram, hubungan ini berlangsung sampai pada hasil perjanjian Giyanti
yang membagi Mataram menjadi 2 yaitu Yogyakarta dan Surakarta, bagi Diponegoro
yang berasal dari keraton Yogyakarta melihat campur tangan Belanda yang
berlebihan pada kebijakan Keraton termasuk kebiasaan-kebiasaan juga
upacara-upacara keagamaan di keraton ini telah menguji kesabarannya dalam
kehidupan di kalangan keraton, keadaan hasil perjanjian Giyanti 1755 dan perjanjian
Salatiga 1757 juga adalah hasil intervensi Belanda yang bertujuan untuk
melemahkan sisa daerah Mataram dan juga mempermudah pengawasan akan keraton dan
sekitarnya., pun anexasi yang dilakukan oleh Belanda pada daerah-daerah
bekas taklukan Mataram masa Sultan Agung yang sedikit demi sedikit telah
diambil alih oleh Belanda tujuannya tidak lain adalah untuk melemahkan posisi
daerah sisa kerajaan mataram, termasuk Yogyakarta, daerah- daerah pesisir yang
sangat strategis sifatnya bagi Mataram, telah diambil alih, kehidupan Istana
telah didominasi kepentinag Belanda, puncaknya adalah pengukuran tanah leluhur
Pangeran Diponegoro yang akan dijadikan jalan raya oleh Belanda tanpa izin dari
Diponegoro[1]
telah melunturkan kesabaran Diponegoro untuk segera bertindak dan
melakukan perlawanan demi perubahan, pada bab-bab berikutnya akan kita bahas
secara mendetail tentang ragam peristiwa yang membawa pada perang dahsyat ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
II Pangeran Diponegoro.
Diponegoro adalah seorang putra Sultan keraton Yogyakarta, dia dilahirkan
di Yogyakarta 11 November 1785, Diponegoro lahir tepat sebelum matahari
terbit,di hari Jumat wage, tanggal kelahiran ini dianggap bertuah oleh
kepercayaan jawa, sama seperti kelahiran Soekarno, sang putra fajar, yang
dianggap akan menjadi orang besar di masa dewasanya dan akan melakukan hal-hal
besar yang akan berpengaruh pada kehidupan orang banyak dan membawa pembawa perubahan
bagi orang di sekelilingnya. Bahkan dalam ramalan Jayabaya juga disebutkan
bahwa tanggal kelahiran Diponegoro itu adalah hari dimana akan lahir seorang
Ratu Adil2. nama kecilnya adalah Ontowirjo, Diponegoro adalah putra
Sultan Hamengkubuwono III. oleh neneknya Ratu Ageng, janda Sultan yang I,
Diponegoro ditempatkan di Tegalrejo, disinilah Diponegoro tumbuh menjadi
laki-laki yang saleh dan santun dia lebih banyak belajar tentang agama dan
kehidupan rohani daripada duniawi. Oleh karena itu Tegalrejo banyak dikunjungi
orang yang hendak belajar agama. Diponegoro sangat suka mengembara* dan
bertapa. Ia tokoh yang sangat tradisiomal dan intens pada kehidupan dalam
istana dan budayanya, Diponegoro nantinya akan memegang peranan yang sangt
vital bagi [perlawanan rakyat jawa terhadap Belanda, Diponegoro pula lah yang
nantinya menjadi tumpuan dan nyawa pergerakan, hal ini dibuktikan dengan
ditangkapnya Diponegoro dengan taktik licik Belanda dan setelah dia diasingkan
maka secara otomatis perlawanan rakyat padam.
___________________________
2.
Dr. Peter Carey, Asal Usul Perang Jawa (pemberontakan sepoy dan
Lukisan Raden Saleh) Pustaka
Azet
1985 hal 17-24
.*
Sewaktu Diponegoro mengembara dia mengganti namanya sebagai Sech Ngabdulrahim,
juga Sech Ngabdulhamid
II
Periode sebelum perang dan sebab-sebab perang.
Sedikit kembali pada periode awal hubungan Mataram-Belanda, ketika Susuhunan
Pakubuwono III berkuasa di Mataram, terjadi pembagian wilayah menjadi 2
bahagian yaitu Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwono sendiri dan Yogyakarta
dibawah pangeran Mangkubumi yang nantinya bergelar Sultan Hamengkubuwono,
pembagian ini adalah hasil dari perjanjian Giyanti 1755, perjanjian ini disyahkan
oleh pihak ke 3 yaitu belanda yang diwakili oleh Gubernur Nicolas Hastingh,
pertanyaan mengapa Belanda turut campur dalam hal ini, adalah konsekwensi dari
perjanjian 1749 yang telah disepakati antar Susuhunan Pakubuwono II, ayah Sunan
Pakubuwono III. dalam perjanjian ini Pakubuwono II “menyerahkan” tanah Mataram
kepada Belanda untuk diawasi karena melihat keadaan sultan yang sedang dalam
keadaan yang sakit parah, bahkan Putra Mahkota Pakubuwono III yang masih kecil
dititipkan kepada Belanda3, karena kenyataan inilah pihak Belanda
selalu merasa berwenang dan bertanggung jawab atas setiap masalah di dalam
keraton. Yoyakarta yang dalam hal ini adalah daerah pecahan Mataram sudah
barang tentu menjadi wilayah yang dianggap Belanda sebagai titipan Sunan yang harus
dijaga penuh dengan penuh tanggungjawab, denga dalih itu Belanda selalu tampil
sebagai orang penting di Keraton, belanda.kegiatan Raja semakin mudah diawasi
oleh Belanda, juga kenyataan yang sebelumnya bahwa daerah-daerah yang
sebelumnya dikuasai oleh Mataram dianexasi oleh Belanda antara lain Kerawang
,Semarang ,Cirebon, Rembang, Jepara, Surabaya, Pasuruhan, Madura,
keadaan ini mengisyaratkan pendapatan yang berkurang bagi kerajaan, hal ini
diimbangi dengan diberlakukannya berbagai macam pajak kepada rakyat antara lain
pajak pasar, pajak barang dagangan, pajak kepala dan lainnya pajak yang
tentunya sangat memberatkan bagi rakyat, hal ini semakin menambah kebencian
masyarakat Yogyakarta kepada belanda.
_____________________
“Menyerahkan”
tanah Mataram kepada belanda bukan berarti menyerahkan sepenuhnya Tanah Mataram
untuk dikuasai oleh Belanda.ini adalah adat kebiasaan bagi orang jawa yang
hendak pergi jauh atau sudah mendekati ajal, untuk menitipkan harta milknya
kepada orang yang dipercayainya atau sahabatnya, di sini kita melihat ada
kesalahpahaman mandat penyerahan tanggung jawab dari Pakubuwono II kepada
Belanda, atau bahkan secara sengaja dijadikan dalih dan alasan oleh Belanda
untuk memperluas pengaruhnya di wilayah nusantara.
3.Sartono
Kartodirjo, Sejarah perlawanan-perlawanan terhadap Kolonialisme,Departemen
Pertahanan Keamanan, 1973 hal123-124
bahkan
Daendles pernah menuntut persamaan antara Sultan dan Gubernur belanda dalam
acara khusus dalam istana, memeperbolehkan belanda duduk sejajar dengan Raja,
dan penghapusan kebiasaan penyerahan sirih oleh Belanda kepada Sultan.4 kenyataan-kenyataan
di atas semakin memperjelas posisi keraton yang direndahkan dan penghinaan
secara halus, secara umum dalam sebuah sumber dikatakan beberapa sebab musabab
perang diponegoro yaitu:
1.
Diponegoro kecewa Dia tidak diangkat
menjadi Sultan
2.
Peristiwa penyewaan tanah.
3.
Wilayah-wilayah Jawa yang berkurang
akibat politik anexasi yang dilakukan Belanda
4.
Tekanan yang merugikan rakyat yang
dilakukan pemungut cukai orang tionghoa.
5.
Merosotnya Budaya dalam kehidupan
orang jawa, juga budi pekertinya.
6.
Ketidakcakapan para residen dan
pegawai Belanda yang di Jogjakarta.5
Puncaknya
adalah ketika tanah nenek moyang Diponegoro di Tegalrejo, hendak
dijadikan
jalan oleh Belanda tanpa meminta persetujuan kepada Diponegoro, dengan kata
lain Jalan yang akan dibuat melintasi tanah leluhur Diponegoro, ini terjadi
pada tanggal 20 juli 1825, Belanda memasang tonggak-tonggak yang menjadi tanda
proyek pembuatan jalan, Diponegoro yang tetap mempertahankan apa yang menjadi
hak miliknya telah menambah suasana menjadi sedemikian panas, namun hal ini
sebenarnya telah diantisipasi oleh Masyarakat, yang sejak ditancapkannya
tonggak-tonggak itu, oleh Belanda atas perantara Patih DanurejaIV, rakyat Tegal
Rejo mendukung penuh Diponegoro, bahkan mereka memepertanyakan apa
kira-kira yang akan menjadi tanda jika perang itu memang harsu terjadi, Diponegoro
menjawab setelah adanya suara meriam. Pada tanggal 20 juli 1825, sekitar jam 5
petang, terdengarlah oleh rakyat suara meriam Belanda6.
_________________________________________
5.Sanusi
Pane, , Sedjarah Indonesia, Djilid II. PN Balai Pustaka1965, Hal 33
6
Sartono Kartodirj,,Marwati Djoened Poesponegoro, op.cit hal:160-163
BAB
III
JALANNYA
PERANG
Setelah
melihat tidak ada sikap kooperatif dari Belanda, serta dukungan dari beberapa
patih terhadap belanda telah menjadi sebab-musabab yang memperkeruh suasana di
wilayah itu.pihak belanda berusaha mengundang Diponegoro untuk datang ke
Jogjakarta, namun secara tegas Diponegoro menolak undangan itu, pun ketika
Pangeran Mngkubumi diutus oleh Belanda untuk membujuk Diponegoro, Diponegoro
tetap menolak, bahkan Pangeran Mangkubumi balik mendukung Diponegoro. 20 juli
1825, Belanda mengirim ekspedisi I,di bawah komando Chevallier, tujuannya
tidak lain adalah untuk melumpuhkan posisis pangeran Diponegoro tersebut, serta
menangkapnya7, sesuai dengan amanat Pangeran tentang pertanda
dimulainya perang adalah suara meriam8, suara meriam terdengar pada
saat pengiriman ekspedisi pertama ini. Terjadilah pertempuran yang pertama
antara pasukan ekspedisi belanda itu dengan pendukung Diponegoro, pasukan
ekspedisi menunggang kuda juga bersenjatakan meriam, pada akhirnya Tegalrejo
dapat diambil alih oleh pasukan ekspedisi dan Tegal rejo dibumihanguskan, namun
dengan caranya sendiri Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi bisa meloloskan diri,
Diponegoro dan mangkubumi didikuti oleh Rombongan pasukan yang setia mendukung
Diponegoro9. sebelumnya keluarga Diponegoro telah diungsikan ke
daerah Desa Dekso, Selarong, bukit sebelah barat daya kota Jogyakarta, tempat
ini dipilih menjadi pusat pertahanan pasukan Diponegoro, tentang berita perang
ini sesungguhnya telah terkabar kemana-mana, orang jawa yang memberikan
simpatinya kepada pangeran Diponegoro, memutuskan untuk ikut berjuang,
disebutkan bahwa datanglah Kiyai Mojo, seoarang ulama di daerah Maja, atas
usulnya dibentuklan kelompok-kelompok pasukan yang akan meberikan perlawanan
yang seimbang kepada Belanda, hasilnya Pacitan dapat direbut pada tanggal 6
agustus 1825 dan Purwadadi menyusul pada tanggal 28 agustus 182510,
perlawana-perlawanan terus dilakukan. Pangeran Diponegoro menugaskan Pangeran
Adiwinoto dan Mangundipuro meminpin perlawanan di daerah Kedu, Pangeran
Abubakar dan Tumenggung Joyomustopo, mengadakan perlawanan di daerah Lowanu,
sedangkan untuk daerah Kulonprogo diserahkan kepada Pangeran Adisuryo dan
anaknya Pangeran sumenegoro untuk memimpin perjuanagn,Tumenggung Cokronegoro di
wilayah Gemplong, untuk wilayah sebelah utara kota Jogjakarta perjuangan
dikomandoi oleh paman Diponegoro yaitu pangeran Joyokusumo, beliau dibantu oleh
Tumenggung Surodilogo, di bahagian timur kota Jogjakarta diembankan kepada
Suryonegoro dan Suronegoro, markas besar di selarong yng dipimpin oleh
Joyonegoro Sumodiningrat dan juga Joyowinoto,sedangkan untuk daerah
Gunung kidul dipimpin oleh Pangeran Singosari dan Warsokusumo,, di daerah
Pajang pimpinan perang diembankan kepada Mertoloyo,Wiryokusumo,Sindurejo
dan Dipodirjo, di daerah sukowati juga ditempatkan pasukan perlawanan yang
di[pimpin oleh Krtodirjo, wilayah strategis Semarang dipimpin oleh Pangeran
Serang, sedangkan untuk daerah Madiun,Magetan dan Kediri,dipimpin oleh
Mangunnegoro, beginilah kiranya pembagian tugas perlawanan yang akan
dilancarkan pasukan jawa mengahadapi belanda, maka setelah diembankan tugas
pada mereka segera mereka berangkat untuk menagamalkan tugas peperangan.11
Belanda mengutus Jenderal H.M De Kock, pada tanggal 29 juli 1825 De kock tiba
di Semarang suatu kawasan strategis di sebelah utara kerajaan, De Kock
melanjutkan perjalanan ke Surakarta, disana dia mendapat dukungan dari
pakubuwono untuk menggagalkan serangan pasukan Diponegoro, dalam menghadapi
pasukan Diponegoro, Belnada membutuhkan tentara tambahan yang di datangkan
darti beberapa tempat antara lain adalah dari Semarang, mereka lewat Kedu,
bantuan ada sekitar 200 orang pasukan dan juga mereka membawa uang 50.000 gulden
banyaknya, namun naas bagi pasukan ini ketika melewati daerah Logorok, mereka
diserang oleh pasukan diponegoro, ini adalah kemenangan manis perdana yang
dituai oleh pasukan Diponegoro, hanya 15 orang pasukan yang tersisa di pihak
belanda yang bias meloloskan diri, tentara Diponegoro merampas segala
perbekalan korbannya itu dan membagi-bagikannya pada tentara Diponegoro12,
kemenangan ini pulalah yang menambah semangat perjuanagn yang akan dijalankan
oleh pasukan Diponegoro pada peperangan-peperangan berikutnya, namun kekalahan
juga tidak luput dari pasukan Diponegoro ini, 9 desember 1825 pasukan
Kartodirjo dan pasukan Pangeran Serang terdesak, pangeran kartodirjo
berhasil ditangkap dan ditawan Belanda, namun pangeran serang berhasil
meloloskan diri. Disamping itu pasukan Sentot Alibasah Prawirodirjo dapat
melumpuhkan pasukan musuh di daerah __________________________
7.Peter Carey, op.cit hal
64-65
8 Sartono Kartodirjo, Marwati
Djoened Poesponegoro, op.cit, hal 162
9.Peter
Carey, op cit hal 64-65
10.Sartono
Kartodirjo, Marwati djoened op, cit hal 163
11.Srtono
Kartodirjo, op,cit hal 136
Kasuruan,
Diponegoro juga yang pada tanggal 9 Agustus 1826 dapat melumpuhklan perlawanan
musuh. 30 juli 1826 terjadi pertempuran yang dahsyat di daerah Lengkong, pada
pertempuran ini telah tewas seorang Letnan Belanda, dan juga 2 wali
Hamengkubuwono V yaitu Pangeran Murdaningrat dan Panular, namun perlu dicatat
bahwa kematian ini bukanlah ats kehendak pasukan Diponegoro namun karena
keberpihakan beberapa orang keraton kepada Belanda, Belanda yang banyak
dirugikan dalam perang ini merencanakan sebuah siasat yang bisa melumpuhkan
pasukan Diponegoro, siasat yang digunakan ialah siasat Benteng Stelsel,
yaitu sebuah siasat yang dijalankan dengan mendirirkan benteng-benteng
pertahanan Belanda di daerah yang masih menjadi wilayah kekuasaanya, sehingga
dari benteng ini kelak akan dengan mudah diawasi pergerakan pasukan Diponegoro
juga dengan cara ini dan membangun benteng baru di sekitar benteng yang telah
ada diharapkan dapat menekan pasukan Diponegoro dan memepersempit ruang gerak
pasukan ini13, demikanlah perang yang dahsyat telah terjadi hampir
semua daerah Jawa turut serta dalam perang ini, oleh karena itu perang ini juga
disebut sebagai perang jawa.namun perlu diketahui juga peran besar Diponegoro,
Diponegoro mngerahkan pasukannya ke Wilayah Djokjakarta dan melakuakn
penyeranga atas pasukan Mangkunegara, pada saaat itu tentara belanda sedang ada
di utara, namun De Kock tetap mengirimkan pasukan untuk membantu pasukan
Mangkunegara,walaupun terlambat, pasukan Mangkunegara dapat dibinasakan
Diponegoro, maka sejak itu semua wilayah dari Borobudur hingga pantai selatan
Jogjakarta jatuh ke tangan pasukan Diponegoro, Diponegoro juga mengalahkan
tentara Belanda di daerah Bantul,Kedjiwan dan delangu,sejak itu pula
daerah jogja kecuai ibukota jatuh ketangannya juga daerah Surakarta bahagian
barat, hingga mendekati keraton kecuali Klaten. Disini jelas kepemimpinan
diponegoro yang berkelas dan penuh penaklukan juga dihormati para pengikutnya.
___________________________
Benteng
Stelsel: adalah sasat Belanda untuk menekan posisi tentara Diponegoro dengan
mendirikan Benteng-benteng pertahjanan dan menjadikannya sebagai pusat
penyerangan dengan adanya benteng ini dengan mudah pasukan Diponegoro dapat
dipantau dan dimusnahkan, strategi ini juga acap kali digunakan oleh Belanda
dalam melumpuhkan perlawanan orang Jawa.
12
ibid, hal 137
13.
Sartono Kartodirjo, Marwati Djoened, op,cit hal 164-165
III
B Keadaan berbalik dan menuju perundingan
Peperangan yang berlangsung lam ini telah menelan banyak korban juga kerugian
yang tidakl sedikit diantara kedua belah pihak, pertempuarn ini juga yang
menyadarkan Belanda untuk tidak meremehkan kekuatan pribumi yang begitu sulit
mereka jinakkan. Jalur perundingan pun diusahakan oleh Belanda. Benih-benih
perundingan sudah terlihat di belakangan hari pada pertempuran di pajang, yaitu
antara pasukan Kyai Maja, dan Belanda, Pasukan Kiyai Maja terdesak dan terpaksa
menandatangani pakta perdamaian November 1828, hal ini juga ditandai dengan
penangkapan Kiyai Maja oleh Belanda, juga pada saat penyerangan Pasukan
Diponegoro di pengasih, pasukan Diponegoro ini terdesak karena penyerangan
Belanda yang terjadi pasa waktu salaat subuh, terjadi pertempuran besar pada
waktu itu, namun melihat kadaan Kiyai maja yang telah ada di Batavia, Belanda
memanfaatkan keadaan ini, dengan menugaskan Kyai Maja untuk mengirim surat pada
Diponegoro untuk segera berdamai dengan Belanda, surat itu dibawa oleh Ki
Melangi dan Kasan Basari ke Pengasih, namun menegnai perundingan ini Diponegoro
tetap menolak dan menyerahkan sepenuhnya kepada Raden Basah Prawirodirjo,
Pangeran bei dan Adipati Danurejo, dengan memesankan jangan sampai keputusan
yang dimabil menyalahi ayat-ayat alquran, dalam kenyataan
yang terjadi setelah Kiyai Maja dapat diajak berunding, banyak pemimpin
perjuangan yang juga memutuskan untuk menyerahkan diri kepada belanda dan
bersedia melakukan perundingan, anatra lain adalah, pasukan yang dipimpin Ali
Basah Sentot Prawiranegara, yang pantang menyerah tetap masih melakukan
perlawanan,walaupun pada tanggal 20 desember 1828 pasukannya dapat merebut
benteng Belanda di daerah Nanggulan, pasukan ini terpaksa melakukan perundingan
dan penghentian peperangan, atas kenyatan yang menunjukkan pemimpin lain yang
sudah menyeerah juga atas dasar surat yang berisi pesan perdamaian yang
diinginkan oleh Belanda, Sentot akhirnya mau berunding dengan pihak Belanda, 24
oktober 1829, dia berangkat ke Jogja untuk menyerahkan diri, namun itu tidak berlaku
begitu saja, Belanda sengaja menytujui syarat Sentot antara lain adalah, sentot
tetap diijinkan memeluk agamanya, Islam. Pasukan Sentot tetap dibiarkan ada dan
Sentot sebagai pemimpinnya, dan mereka tetap bisa memakai Sorban, melihat ini
semua Diponegoro merasa terpukul, ditambah lagi gugurnya pangeran Joyokusumo
ahli taktik dan renacana perang, setelah peristiwa penyerahan itu semakin
banyak pula pemimpin perang yang turut menyerah antara lain,pangeran Ario
suriokusumo, pada tanggal 1 november 1829, juga Kertopengalasan menyerah
pada pertengahan November 1829, Josodirgo desember 1829 dan pangeran Dipokusumo
18 januari 1830, namun sebelum sentot menyerah kepada belanda, sudah ada pula
sebahagian anggota kerajaan yang menyerah yaitu, istri Mangkubumi dan 3 anaknya
bernama Wiryokusumo,wiryoatmojo,dan Suradi, yang pada akhirnya bisa membujuk
ayah mereka Mangkubumi untuk menyerah kepada pihak belanda14
III.C Akhir perjuangan dan penangkapan Diponegoro
Melihat kenyataan bahwa banyak pemimpin yang menyerah
kepada Belanda maka terpukul hebat lah pangeran Diponegoro sebagai
pemimpin terbesar, Belanda dengan gencarnya tetap berupaya agar diponegoro mau
diajak berunding dan menghentikan peperangan, puncaknya adalah ketika H.M De
kock mengutus Kolonel Clerens untuk mengajak Diponegoro untuk berunding
dan ternyata rencana ini berhasil dan untuk hal itu H.M.De Kock mengatur
rencana licik dan curang dia menginstruksikan kepada orang-orangnya untuk
sesegera mungkin menangkap Diponegoro apapun hasil dari perundingan, hal ini
tentu saja bertolak belakang seperti hasil perjanjian terdahulu yang menytakan
bahwa jika perundingan gagal dan tidak dicapainya sebuah kesepakatan maka
Diponegoro dan pasukannya dibiarkan pulang dengan merdeka. Perundingan sempat
ditunda karena kebetulan saat itu adalah hari bulan suci Ramadhan, hingga
tibalah waktunya perundingan yang berakibat tidak baik bagi pasukan Diponegoro
itu, 28 Maret 1830,di Magelang perundingan yang diadakan mengalami kegagalan,
namun sesuai perjanjian sebelumnya jika perundingan mengalami kebuntuan atau
kegagalan maka pasukan Diponegoro berhak untuk pulang dan kembali ke tempatnya,
di lain pihak Belanda mengingkari janjianya tersebut dan melaksanakan rencana
licik H.M.De Kock, untuk menangkap Diponegoro.sebelumnya pun Belanda telah
menyiapkan pasukan di sekitar wilayah perundingan, Diponegoro yang datang
bersama anaknya ditangkap oleh Belanda, namun kewibawaan Diponegoro masih tetap
terjaga, hal ini dibuktikan dengan pernyatannya ketika H.M De Kock membicarakan
perundingan dengan dia, sebelum penangkapan, H.M. De Kock yang menyatakan jika
perundingan gagal maka otomatius peperangan akan dimulai lagi, Diponegoro
dengan tegas membalas, dengan mengatakan mengapa pasukan belanda harus takut
berperang jika memang merasa mampu dalam berperang dan masih lengkap dengan
pasukannya.15. dengan kenyataan penangkapan ini tentu saja sangat
terasa bagi pergerakan di jawa, pemimpin tertinggi yang telah ditawan belanda
menyebabkan perang semakin tidak terlihat dan padam sama sekali, Diponegoro
sendiri diasingkan ke Manado
3 mei 1830, Belanda merasa pengawalan di manado sangat
minim maka mereka memindahkan Diponegoro ke Makassar, Diponegoro sendiri
meninggal di pengasingannya di makassar, 8 januari 1855 sedangkan sentot
dikirim ke Minagkabau untuk membantu penumpasan gerakan kaum paderi, dari hal
ini banyak menduga terjadi penghianatan Sentot, namun karir Sentot di
minangkabau segera berakhir setelah di ditarik pemerintah belanda, lalu
diasingkan ke Cianjur, kemudian dipindahkan lagi ke Bengkulu, sedangkan kiyai
Maja diasingkan ke Minahasa.16
_______________________________
14. Ibid, hal 167-169
15.Sanusi Pane, op,cit hal 69-70
16 Sartono katodirjo, marwati djoened, op,cit hal
170
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirjo,Sartono, Marwati djoened Poesponegoro, Nugroho
Notosusanto, 1975.Sejarah nasional Indonesia IV,Jakarta:DEPDIKBUD
Pane,sanusi
1965, Sejarah Indonesia II, Jakarta:P.N.Balai Pustaka
Kartodirjo,Sartono,
1973 Sejarah Perlawanan terhadap Kolonialisme, Jakarta: DEPHANKAM, PUSAT
SEJARAH ABRI
Carey, Peter,
1986, Asal usul Perang jawa(pemberontakan Sepoy dan Lukisan Raden saleh),
Jakarta:Pustaka Azet
Yatim,
Badri,2005. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada
PERANG DIPONEGORO
(1825-1830)